HafizFauzan.co.cc

"Ya Allah, baguskanlah untukku agamaku yang jadi pangkal urusanku, baguskan pula duniaku yang jadi tempat penghidupanku, dan baguskanlah akhiratku yang padanya tempat kembaliku nanti, jadikanlah hidupku menjadi bekal bagiku dalam segala kebaikan, serta jadikanlah mati itu pelepas segala keburukan bagiku" (HR. Muslim)

Pembaca mulia, sebagai seorang muslim, kita tentu sering mendengar –bahkan sejak kita kecil- bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang paling jelas dan paling indah sehingga dipilih sebagai bahasa Al-Qur’an, bahasa umat Islam.

Namun, barangkali kebanyakan di antara kita sering timbul pertanyaan, “Di mana letak keindahan bahasa Arab?” atau “saya membaca terjemahan Al-Qur’an kok biasa-biasa saja, tidak sesuai kaidah bahasa Indonesia lagi atau jika disesuaikan, malah kaku jadinya” atau pertanyaan-pertanyaan semisal.

Pembaca mulia, apakah kita pernah mempelajari bahasa Arab? Jika jawabannya “Belum”, sangat wajar apabila pertanyaan-pertanyaan di atas dapat muncul. Sesunggunya siapa pun yang tidak menguasai bahasa Arab, tidak akan bisa mengetahui, di mana letak keindahannya.

Nah, untuk mengungkap seluruh keindahan bahasa Arab, tentunya tidak akan cukup dalam satu artikel. Dalam kesempatan ini, penulis akan coba ketengahkan salah satu rahasia bahasa Arab dalam hal preposisi (kata depan) semata. Ya, sebatas preposisi pun mempunyai makna yang dalam.

Alasan ditulisnya artikel ini adalah ketika beberapa waktu yang lalu, penulis mendapat undangan pernikahan dari salah seorang ikhwan. Dalam undangan tersebut, teretera doa walimah

بارك الله لك و بارك عليك و جمع بينكما في خير1
/baarakallahu lak, wa baaraka ‘alaik, wa jama’a bainakuma fii khair/

Doa di atas, sering diterjemahkan
“Semoga Allah memberi berkah padamu, dan semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”

Sekilas, terjemahan di atas sudah tampak benar. Akan tetapi, terjemahan tersebut belumlah mewakili makna yang terkandung dalam doa walimah tersebut.

Setelah melihat undangan tersebut, penulis menjadi teringat penjelasan Al-Ustadz Al-Fadhil Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif tentang perbedaan preposisi اللام dan في dalam doa walimah secara khusus, dan dalam penggunaan bahasa Arab secara umum. Hal ini beliau sampaikan ketika beliau memberi materi dalam daurah bahasa Arab kelas takhossus Angkatan XI pertengahan tahun 2006 di Ma’had Al-Furqon Gresik. Beliau juga memberikan faidah tambahan setelah menjelaskan makna doa walimah tersebut, yang insya Allah akan penulis tuangkan dalam artikel ini.

Rahasia Preposisi اللام dan في
Pembaca mulia, bila dilihat secara leksikal, memang tidak salah apabila kita menemui kalimat
بارك الله لك و بارك عليك و جمع بينكما في خير
Lalu kita terjemahkan,

“Semoga Allah memberi berkah padamu, dan semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”

Pertanyaannya adalah, “Apakah pembaca dapat membedakan makna padamu dan atasmu dalam terjemah doa walimah di atas? Tentu tidak bisa bukan?

Penjelasan
Pembaca mulia, preposisi اللام /laam/ secara harfiyyah artinya memang bisa diterjemahkan ‘pada’. Adapun على /’alaa/ dapat diterjemahkan ‘di atas’. Akan tetapi, jika kedua preposisi tersebut terdapat dalam satu kalimat secara bersamaan, makna preposisi tersebut tidak bisa lagi diterjemahkan secara harfiyyah’ pada’ atau ‘di atas’ lagi. Namun, makna اللام menunjukkan makna yang baik, sedangkan menunjukkan makna yang buruk. Oleh karena itu, jika memerhatikan hal ini, doa walimah di atas jika diterjemahkan akan menjadi panjang, yaitu:

“Semoga Allah memberi berkah padamu di saat rumah tanggamu dalam keadaan harmonis, dan semoga Allah (tetap) memberi berkah padamu di saat rumah tanggamu terjadi kerenggangan (terjadi prahara), dan semoga Dia (Allah) mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Nah, bagaimana arti di saat rumah tanggamu dalam keadaan harmonis bisa muncul? Jawabnya adalah karena adanya preposisi اللام yang makna menunjukkan hal-hal yang baik jika disandingkan dengan preposisi على dalam satu kalimat. Konteks kalimat di atas adalah pernikahan, sehingga diketahui secara pasti bahwa hal-hal yang baik dalam pernikahan adalah ketika pasangan hidup dalam keadaan harmonis.

Demikian pula sebaliknya, arti di saat rumah tanggamu terjadi kerenggangan (terjadi prahara) dapat muncul sebagai terjemahan dari preposisi على . Preposisi ini akan menunjukkan makna yang buruk jika disandingkan dengan preposisi اللام dalam satu kalimat. Konteks kalimat di atas adalah penikahan, sehingga diketahui secara pasti bahwa hal-hal yang buruk dalam penikahan adalah ketika pasangan hidup mengalami kerenggangan atau prahara dalam rumah tangganya.

Hal ini membawa pelajaran penting bagi setiap orang yang akan menikah bahwa Nabi sudah mengisyaratkan dalam rumah tangga yang akan dihadapi tidaklah selamanya dalam keadaan yang bahagia dan harmonis. Setelah menikah nanti, seorang istri akan melihat sisi lain dari sang suami, yang tidak ia ketahui sebelum menikah. Demiakian pula sebaliknya, sang suami akan melihat banyak hal yang tidak diketahuinya dari si istri setelah ia bergaul dengan istri beberapa hari pasca pernikahan. Pertengkaran sangat mungkin terjadi antara suami dengan istri, yang bisa muncul karena adanya kecemburuan, kesalahan dari salah satu pihak, bahkan karena adannya hal-hal sepele sekalipun. Dalam kondisi prahara ini, Nabi mengisyaratkan bahwa Allah bisa akan tetap memberi berkah pada suami istri tersebut. Bagaimana sikap suami ketika mengadapi kesalahan istri, demikian pula bagaimana istri ketika menghadapi kesalahan suami adalah hal-hal yang telah diajarkan dalam syariat Islam.

Anggapan bahwa rumah tangga selamanya 100% akan harmonis, tanpa ada perselisihan dan pertengkaran adalah anggapan yang keliru. Bagi yang sudah menikah, tentu mengetahui hal ini. Nabi kita yang mulia, memberi sifat bagi wanita bahwa mereka adalah kaca-kaca, sebagaimana dalam sabdanya,

ارفق بقوارير
‘Lembutlah kamu kepada kaca-kaca (maksudnya para wanita)’

Dalam kitab Fathul bari, dijelaskan bahwa wanita disamakan dengan kaca karena begitu cepatnya mereka berubah dari ridho menjadi tidak ridho, dan karena tidak tetapnya mereka (mudah berubah sikap dan pikiran), sebagaimana kaca yang mudah untuk pecah dan tidak menerima kekerasan.2


Oleh karena itu, ulama jenius, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, memberikan nasehat kepada kita tentang wanita,


“…Sebuah kata yang Engkau ucapkan bisa menjadikannya menjauh darimu sejauh bintang di langit, dan dengan sebuah kata yang Engkau ucapkan, bisa menjadikannya dekat di sisimu.”3


Bahkan, Nabi sendiri juga menjelaskan bahwa sangat memungkinkan suami akan mendapati hal-hal yang tidak ia kehendakai pada istrinya, tetapi hal tersebut Nabi larang dijadikan alasan untuk membenci istrinya tersebut, sebagaimana dalam sabda beliau


لا يفرك مؤمن مؤمنة إن كره منها خلقا رضي منها آخر
“Janganlah seorang mukmin benci kepada seorang wanita mukminah (istrinya). Jika ia membenci sebuah sikap (akhlak) istrinya, maka ia akan ridho dengan sikapnya (akhlaknya) yang lain)”4

Maka, benarlah apa yang pernah disampaikan Al-Ustadz Firanda bahwa

“Suami yang paling sedikit mendapat taufiq dari Allah dan yang paling jauh dari kebaikan adalah seorang suami yang melupakan seluruh kebaikan-kebaikan istrinya, atau pura-pura melupakan kebaikan istrinya dan menjadikan kesalahan-kesalahan istrinya selalu di depan matanya. Bahkan terkadang kesalahan istrinya yang sepele dibesar-besarkan, apalagi dibumbui dengan prasangka-prasangka buruk yang akhirnya menjadikannnya berkesimpulan bahwa istrinya sama sekali tidak memiliki kebaikan.”

Ustadz Firanda juga menyampaikan bahwa di antara yang dilakukan syaitan kepada suami tatkala marah kepada istrinya ialah dengan berkata,

” Sudahlah ceraikan saja dia, masih banyak wanita yang shalihah, cantik lagi.., ayolah jangn ragu-ragu…” Syaithan juga berkata, “Cobalah renungkan jika Engkau hidup dengan wanita seperti ini.., bisa jadi di kemudian hari ia akan membangkang kepadamu… Atau syaithan berkata, “Tidaklah istrimu itu bersalah kepadamu kecuali karena ia tidak menghormatimu.. atau kurang sayang kepadamu, karena jika ia sayang kepadamu ia tidak akan berbuat demikian.”


—Selesai penjelasan Ustadz Firanda—




Demikianlah, syaithan berusaha memisahkan hubungan antara suami dengan istri. Kesempatan yang tidak disia-siakan syaithan adalah ketika suami melihat satu kesalahan istrinya, maka syaithan akan membisiki sang suami untuk menjauhinya sampai menceraikannya. Namun, ingatlah kembali lafadz بارك عليك ‘Semoga Allah memberi berkah kepadamu ketika kamu ditimpa prahara’ ketika manusia mengucapkannya di saat Anda menikah dulu.

Lalu, bagaimana agar Allah tetap memberi berkah ketika rumah tangga ditimpa prahara dan pertengkaran? Ketika penulis berupaya menyusun risalah untuk menjawab pertanyaan ini, penulis sudah membayangkan berpuluh-puluh halaman untuk menyelesaikannya. Maka, hal tersebut akan penulis sajikan dalam artikel tersendiri. Namun, satu kunci pembuka untuk menjawab pertanyaan di atas adalah sabda Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam,


ألا إن المرأة خلقت من ضلع و أنك إن ترد إقامتها تكسرها فدارها تعش بها
Ketahuilah bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk, dan jika Engkau ingin meluruskannya, maka Engkau akan mematahkannya. Oleh karenanya, berbasa-basilah! Niscaya Engkau bisa menjalani hidup dengannya.”5

Maka, benarlah perkataan Adh-Dhohak,

“Jika terjadi pertengkaran antara seorang dengan istrinya, janganlah ia bersegera untuk mencerainya. Hendaknya ia bersabar terhadapnya , mungkin Allah akan menampakkan dari istrinya apa yang disukainya.”6



Bumi Allah,

Ahad, 26 April 2009 pukul. 20.57

Ketika dinginnya malam semakin merasuk ke dalam tubuhku….

____________________________FOOTNOTE________________________________

1] Lihat kitab المستدرك على الصحيحين /al-mustadral ‘ala shahihain/, karya محمد بن عبدالله أبو عبدالله الحاكم النيسابوري /Muhammad bin Abdillah Abu ‘Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi/, cet. I Beirut, tahun 1411 H / 1990 M : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tahqiq: Musthafa Abdul Qadir Atha, juz II, hal. 199, hadits nomor: 2745. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليقات الذهبي في التلخيص /ta’liqat Adz-Dzahabi fi At-Talkhiis/.

2] Periksan dalam Fathul Bari X/545

3] Periksa dalam kitab Syarhul Mumti’, XII/385.

4] Lihat kitab صحيح مسلم /shahihil muslim/, karya مسلم بن الحجاج أبو الحسين القشيري النيسابوري /Muslim bin Al-Hajjaj Abul Husain Al-Qusyairi An-Naisaburi, cet. Beirut: Daar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, juz. II, hal. 1091, hadits nomor: 1469. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليق محمد فؤاد عبد الباقي /Ta’liq Muhammad Fuad Abdul Baqi/.

5] Lihat Kitab Lihat kitab المستدرك على الصحيحين /al-mustadral ‘ala shahihain/, karya محمد بن عبدالله أبو عبدالله الحاكم النيسابوري /Muhammad bin Abdillah Abu ‘Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi/, cet. I Beirut, tahun 1411 H / 1990 M : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tahqiq: Musthafa Abdul Qadir Atha, juz 4, hal. 192, hadits nomor: 7334. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليقات الذهبي في التلخيص /ta’liqat Adz-Dzahabi fi At-Talkhiis/.

6] Periksa kitab Ad-Dur Al-Mantsur II/465

Sumber: http://alashree.wordpress.com/2009/04/26/rahasia-اللام-dan-على-dalam-doa-pernikahan/

Selengkapnya...


HADIRILAH!
Bedah Buku untuk Umum

PANDUAN KELUARGA SAKINAH

Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu pernah berkata : "Seandainya aku tahu bahwa ajalku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah, aku ingin pada malam-malam yang tersisa bersama seorang istri yang tidak berpisah dariku."

Insya Allah
Hari : Senin, 20 Juli 2009M (27 Rajab 1430H) Hari Libur Nasional
Pukul : 08:30 - 11:30 WIB
Pembicara : Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas
Tempat : Masjid Agung Al-Azhar, Jl. Sisingamangaraja (Blok M) Kebayoran Baru - Jakarta Selatan

Pokok-pokok Pembahasan :
- Tujuan Pernikahan
- Tata Cara Pernikahan
- Pernikahan yang Dilarang
- Malam Pertama dan Keindahannya
- Hak dan Kewajiban Suami Istri
- Amalan Ketika Si Buah Hati Lahir dan Kewajiban Mendidiknya
- Kedudukan Wanita dalam Syari'at Islam

Bagi Anda yang akan menikah, pengantin baru atau telah lama berumah tangga yang mendambakan keluarga sakinah, insya Allah melalui buku ini Anda akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan bekal menuju keluarga sakinah.

Rute Kendaraan Umum :
- Bekasi-Blok M : Patas AC 05
- Tanjung Priok-Blok M : Pahala Kencana 116
- Pulo Gadung-Blok M : Mayasari Bakti 57
- Senen-Ciputat : Bianglala
- Cikarang-Blok M : Patas AC 28
- Tangerang-Blok M : Patas AC 137
Semua jurusan turun di depan Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Baru

Penyelenggara :
Al-Manhaj
Kajian Ilmiah Al-Islam

Contact Person :
(021) 68000431
(021) 71210303
(021) 71106960
0815 7459 8937

Selengkapnya...

Hadirilah…..
Tabligh Akbar dan Bedah Buku

Bersama: Syaikh Abdul Wahab As-Sunain
(Ulama Besar Kuwait & Timur Tengah)

“Keutamaan Shahabat Nabi dan Hubungan Manis Antara Mereka”

Di Sertai Bedah Buku
Oleh: Ustadz Ali Saman Hasan, Lc

“Menimbang Ajaran Syi’ah”

Waktu: Ahad, 05 July 2009 ( 09.00 wib – Selesai)
Tempat: Masjid Jakarta Islamic Centre, Kramat Koja Jakarta Utara

Rute Kendaraan Umum:
Semua Jurusan arah Tanjung Priok

- Dari Kp. Rambutan bis PAC 07/P8
- Blok M PAC 65/ 89
- Ciputat PAC 135
- Bekasi PAC 25/P40
- Cikarang bis Mayaraya
- Cikampek bis Warga Baru
- Tangerang Bus AJA

Kemudian naik KWK 06 tujuan Semper turun di depan JIC

Jazaakallahukhairan.

sumber: http://moslemsunnah.wordpress.com/

nb: Tolong kesediaannya menyebarkan kajian ini di Status FB antum, atau mentautkan dari Blog Admin.

Selengkapnya...

Sebagian besar masjid-masjid kaum muslimin saat ini kita lihat kosong dari jama’ah. Pemandangan ini hampir merata kita temui di setiap tempat, baik di desa maupun di kota. Inilah buah dari kekurangfahaman mereka dalam ilmu syariat, khususnya yang berkaitan dengan hukum sholat berjama’ah. Sehingga bila kita tanyakan kepada seseorang, “Mengapa tidak sholat di masjid, kok malah sholat di rumah?”, boleh jadi ia menjawab, “Ah, itu kan cuma sunnah saja…” Subhanalloh!!, semoga Alloh memahamkan kepada kaum muslimin tentang syariat yang mulia ini.

Apa Hukum Sholat Berjama’ah?

Ketahuilah, bahwa pendapat yang benar dalam masalah ini ialah sholat berjamaah itu wajib (bagi laki-laki, adapun bagi kaum wanita, sholat di rumah lebih baik daripada sholat di masjid walaupun secara berjama’ah). Inilah pendapat yang disokong oleh dalil dalil yang kuat dan merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in, serta para imam madzhab (Kitabus Sholat karya Ibnul Qoyyim).

Perintah Alloh Ta’ala Untuk Sholat Berjamaah dan Ancaman Nabi Yang Sangat Keras Bagi Yang Meninggalkannya

“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ (dalam keadaan berjamaah).” (Al Baqoroh: 43). Perhatikanlah wahai saudaraku, konteks kalimat dalam ayat ini adalah perintah, dan hukum asal perintah adalah wajib. Rosululloh telah bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku yang ada di tangan-Nya, ingin kiranya aku memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk menegakkan sholat yang telah dikumandangkan adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama’ah, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Bukhori)

Hadits di atas menunjukkan wajibnya (fardhu ain) sholat berjama’ah, karena jika sekedar sunnah niscaya beliau tidak sampai mengancam orang yang meninggalkannya dengan membakar rumah. Rosululloh tidak mungkin menjatuhkan hukuman semacam ini pada orang yang meninggalkan fardhu kifayah, karena sudah ada orang yang melaksanakannya. (Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqolani)

Diriwayatkan dari Abu Huroiroh, seorang lelaki buta datang kepada Rosululloh dan berkata, “Wahai Rosululloh, saya tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rosululloh untuk tidak sholat berjama’ah dan agar diperbolehkan sholat di rumahnya. Kemudian Rosululloh memberikan keringanan kepadanya. Namun ketika lelaki itu telah beranjak, Rosululloh memanggilnya lagi dan bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan?”, Ia menjawab, “Ya”, Rosululloh bersabda, “Penuhilah seruan (adzan) itu.” (HR. Muslim). Perhatikanlah, jika untuk orang buta saja yang tidak memiliki penunjuk jalan itu tidak ada rukhsoh (keringanan) baginya, maka untuk orang yang normal lebih tidak ada rukhsoh lagi baginya.” (Al Mughni karya Ibnu Qudamah).

Hanya Munafik Saja Yang Sengaja Meninggalkan Sholat Jama’ah

Sahabat besar Ibnu Mas’ud rodhiyallohu’anhu berkata tentang orang-orang yang tidak hadir dalam sholat jama’ah: “Telah kami saksikan (pada zaman kami), bahwa tidak ada orang yang meninggalkan sholat berjama’ah kecuali orang munafik yang telah diketahui kemunafikannya atau orang yang sakit”. Lalu bagaimana seandainya Ibnu Mas’ud hidup di zaman kita sekarang ini, apa yang akan beliau katakan???

(Disarikan oleh Abu Hudzaifah Yusuf dari terjemah kitab Sholatul Jama’ah Hukmuha wa Ahkamuha karya Dr. Sholih bin Ghonim As-Sadlan)

***

Penulis: Abu Hudzaifah Yusuf
Artikel www.muslim.or.id

Selengkapnya...